A. Grahasta sebagai Lembaga yang
Sakral dan Suci
Grahasta dibentuk melalui Wiwaha Samkara, upacara keagamaan, sehingga
grahasta itu menjadi sesuatu yang sangat disucikan atau degan kata lain sangat disakralkan.
Wiwaha samskara artinya melaksanakan upacara perkawinan dengan tri upasaksi
yaitu saksi ke Tuhan, saksi ke Manusa dan saksi ke Bhuta.
Artinya:
Hendaknya hubungan suami istri kami tidak
bisa putus berlangsung abadi.
Unsur-unsur yang menjadikan rumah tangga itu suci dan sakral antara lain
adanya upacara keagamaan, yaitu adanya unsur Dewa saksi melalui
persembahyangan, adanya penglukatan, adanya pebyakaonan dan mekala-kala sebagai
penyucian kama bang dan kama petak, benih perempuan dan benih laki-laki, sukla
swanita. Menurut beberapa Lontar seperti lontar kuno Dresti, Eka Pratama,
menyebutkan bahwa hubungan sex yang tidak didahului dengan upakara
padengendengenan (pakala-kalaan), dianggap tidak baik dan disebut
Kamakeparagan. Kalau kedua kama itu bertemu atau terjadi pembuahan, maka
lahirlah anak yang disebut Rare dia diu, yaitu anak yang tidak mau mendengarkan
nasehat orang tua atau ajaran agama. Unsur pabyakalaan ini adalah unsur Bhuta
saksi. Selain unsur-unsur upakara itu, juga diawali dengan niat yang suci untuk
berumah tangga, niat yang suci untuk membentuk keluarga, didasari saing cinta
menciantai dengan ketulusan hati dan saling menjaga kesucian rumah tangga itu.
Tujuan Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
sejahtera, keluarga sukhinah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta untuk
mendapatkan keturunan untuk memelihara leluhur dan alam semesta. Dalam agama
Hindu tujuan perkawinan ada tiga yaitu:
1. Dharma Sampati, yaitu kewajiban
melaksanakan dharma, beryajna, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Praja, yaitu mempunyai anak, untuk
melanjutkan keturunan, untuk dapat melaksanakan kewajiban kepada leluhur, yaitu
memelihara , merawat orang tua dan leluhur.
3. Rati, yaitu menikmati kepuasan artha dan
kama. Upacara perkawinan ini mensahkan hubungan suami istri dan membenarkan
hubungan suami istri.
Ikrar perkawinan ada disebutkan dalam Veda, yang diucapkan oleh mempelai
pria, seperti berikut:
Om
grbhnami te saubhagatvaya mhastam
Maya
patya jaradastiryathasah
Bhagoaryama
savita purandhir mmahyam
Tvadurgarhapatyaya
devah (Rg Veda X.85.36)
Artinya:
Saya genggam tanganmu demi keberuntungan,
semoga kiranya engkau hidup lama bersama saya, suamimu, dewa bhaga, aryama,
sawitar, puramdhi, menganugrahkan engkau kepadaku sebagai pengatur rumah
tanggaku.
Dan untuk mempelai wanita mengucapkan ikrar sebagai berikut:
Om
dirghayur astu mepatir jnati saradah satam (A. V. XIV.2.63).
Artinya:
Semoga suamiku dikaruniai umur panjang,
semoga ia hidup ratusan tahun.
Ikrar ini adalah peneguhan kesungguhan hati kedua belah pihak sehingga
kesakralan perkawinan ini menjadikan kedua mempelai akan selalu ingat dan
menjaga kesuciannya dan keutuhan perkawinannya.
B. Asas Keseimbangan Konsep Tri Mandala
dan Tri Hita Karana dalam Kawasan Rumah Tangga
Kunci dari asas keseimbangan itu sendiri adalah Bhuana Agung (Alam
semesta) dan Bhuana Alit (Manusia). Variabelnya adalah Tri Mandala yang terdiri
dari Utama Mandala, Madya Mandala dan Kanista Mandala; Tri Hita Karana yang
terdiri dari Parahyangan, Pawongan dan Palemahan; serta Kawasan Rumah Tangga
yang terdiri dari bangunan/ruangan dan Manusia.
Keseimbangan diantara Tri Mandala Manusia akan mempengaruhi keseimbangan
Tri Mandala dalam Kawasan Rumah Tangga. Keseimbangan di antara Tri Mandala
dalam Kawasan Rumah Tangga akan mempengaruhi keseimbangan Tri Hita Karana Dalam
Kawasan Rumah Tangga. Asas Keseimbangan Konsep Tri Mandala dan Tri Hita Karana
dalam Kawasan Rumah Tangga dipengaruhi oleh Keseimbangan Tri Mandala atau
kualitas individunya.
Membentuk keseimbangan Tri Mandala Manusia dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu Internal dan Eksternal. Untuk membentuk keseimbangan melalui faktor
eksternal, dapat dilakukan ritual seperti Bayuh, Otonan, dan Penglukatan.
Sedangkan melalui faktor internal, setiap orang dapat menerapkan Tujuh Aplikasi
Dharma dan melalui Prana Yama. Tujuh Aplikasi Dharma menurut Whraspati Tattwa
25, terdiri dari:
a. Sila, yaitu budi pekerti
b. Tapa, yaitu disiplin
c. Yajna, yaitu bhakti
d. Pravira, yaitu berani jujur
e. Dana, yaitu punia
f. Diksa, yaitu penyucian diri
g. Yoga, yaitu, mendekatkan diri kepada
Tuhan.
Selain
melalui Tujuh Aplikasi Dharma, keseimbangan dari faktor internal dapat dilatih
dengan melakukan Prana Yama. Teknik Sederhana yang dapat dilakukan pemula
adalah sebagai berikut.
a. Tahap Persiapan (5 menit)
a. Dengan
posisi yang santai
(duduk, tidur, berdiri), lemaskan seluruh organ tubuh.
b. Tetap
bernafas seperti biasa,
rasakan…, hanya merasakan nafas yang masuk dan keluar.
b. Tahap Penyeimbangan Energi (10 menit)
a. Menghirup
nafas, tetap
bernafas seperti biasa, rasakan nafas yang masuk, lalu tahan….
b. Keluarkan
nafas, tetap
bernafas seperti biasa, rasakan nafas keluar, lalu tahan….
c. Tahap Pendistribusian Energi (15 menit)
a. Menghirup
nafas, tetap
bernafas seperti biasa, rasakan nafas masuk, lalu tahan….
b. Keluarkan
nafas, tetap
bernafas seperti biasa, rasakan nafas yang keluar, lalu tahan…dst.
c. Arahkan
energi ke tulang belakang, bayangkan
energi masuk ke tulang belakang menuju ke otak…
d. Puncak
energi, ucapkan
AUM yang panjang…
Sumber:
1. Ida Pedanda Gde Panji Sogata. Grahasta
Sebagai Lembaga Yang Sakral dan Suci.
2. Dewa K. Suratnaya. Asas
Keseimbangan Konsep Tri Mandala dan Tri Hita Karana dalam Kawasan Rumah Tangga.
Yang
disampaikan dalam acara Workshop Remaja Pranikah, 20 Juli 2012, di Hotel
Acacia, Jakarta.
No comments :
Post a Comment