Paid Kaung, Why? or Why not? Konsep Ketuhanan Dalam Agama Hindu Membangun Keluarga yang Bhawantu Sukhinah Impersonal God Kepemimpinan Hindu

26 July 2012

Membangun Keluarga yang Bhawantu Sukhinah (Part 1)


A. Grahasta sebagai Lembaga yang Sakral dan Suci
Grahasta dibentuk melalui Wiwaha Samkara, upacara keagamaan, sehingga grahasta itu menjadi sesuatu yang sangat disucikan atau degan kata lain sangat disakralkan. Wiwaha samskara artinya melaksanakan upacara perkawinan dengan tri upasaksi yaitu saksi ke Tuhan, saksi ke Manusa dan saksi ke Bhuta.
Asthuri no garhapatyani santu (Rg Veda VI.15.19).
Artinya:
Hendaknya hubungan suami istri kami tidak bisa putus berlangsung abadi.
Unsur-unsur yang menjadikan rumah tangga itu suci dan sakral antara lain adanya upacara keagamaan, yaitu adanya unsur Dewa saksi melalui persembahyangan, adanya penglukatan, adanya pebyakaonan dan mekala-kala sebagai penyucian kama bang dan kama petak, benih perempuan dan benih laki-laki, sukla swanita. Menurut beberapa Lontar seperti lontar kuno Dresti, Eka Pratama, menyebutkan bahwa hubungan sex yang tidak didahului dengan upakara padengendengenan (pakala-kalaan), dianggap tidak baik dan disebut Kamakeparagan. Kalau kedua kama itu bertemu atau terjadi pembuahan, maka lahirlah anak yang disebut Rare dia diu, yaitu anak yang tidak mau mendengarkan nasehat orang tua atau ajaran agama. Unsur pabyakalaan ini adalah unsur Bhuta saksi. Selain unsur-unsur upakara itu, juga diawali dengan niat yang suci untuk berumah tangga, niat yang suci untuk membentuk keluarga, didasari saing cinta menciantai dengan ketulusan hati dan saling menjaga kesucian rumah tangga itu.
Tujuan Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera, keluarga sukhinah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta untuk mendapatkan keturunan untuk memelihara leluhur dan alam semesta. Dalam agama Hindu tujuan perkawinan ada tiga yaitu:
1.            Dharma Sampati, yaitu kewajiban melaksanakan dharma, beryajna, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.    Praja, yaitu mempunyai anak, untuk melanjutkan keturunan, untuk dapat melaksanakan kewajiban kepada leluhur, yaitu memelihara , merawat orang tua dan leluhur.
3.           Rati, yaitu menikmati kepuasan artha dan kama. Upacara perkawinan ini mensahkan hubungan suami istri dan membenarkan hubungan suami istri.
Ikrar perkawinan ada disebutkan dalam Veda, yang diucapkan oleh mempelai pria, seperti berikut:
Om grbhnami te saubhagatvaya mhastam
Maya patya jaradastiryathasah
Bhagoaryama savita purandhir mmahyam
Tvadurgarhapatyaya devah (Rg Veda X.85.36)
Artinya:
Saya genggam tanganmu demi keberuntungan, semoga kiranya engkau hidup lama bersama saya, suamimu, dewa bhaga, aryama, sawitar, puramdhi, menganugrahkan engkau kepadaku sebagai pengatur rumah tanggaku.
Dan untuk mempelai wanita mengucapkan ikrar sebagai berikut:
Om dirghayur astu mepatir jnati saradah satam (A. V. XIV.2.63).
Artinya:
Semoga suamiku dikaruniai umur panjang, semoga ia hidup ratusan tahun.
Ikrar ini adalah peneguhan kesungguhan hati kedua belah pihak sehingga kesakralan perkawinan ini menjadikan kedua mempelai akan selalu ingat dan menjaga kesuciannya dan keutuhan perkawinannya.

B. Asas Keseimbangan Konsep Tri Mandala dan Tri Hita Karana dalam Kawasan Rumah Tangga
Kunci dari asas keseimbangan itu sendiri adalah Bhuana Agung (Alam semesta) dan Bhuana Alit (Manusia). Variabelnya adalah Tri Mandala yang terdiri dari Utama Mandala, Madya Mandala dan Kanista Mandala; Tri Hita Karana yang terdiri dari Parahyangan, Pawongan dan Palemahan; serta Kawasan Rumah Tangga yang terdiri dari bangunan/ruangan dan Manusia.

Keseimbangan diantara Tri Mandala Manusia akan mempengaruhi keseimbangan Tri Mandala dalam Kawasan Rumah Tangga. Keseimbangan di antara Tri Mandala dalam Kawasan Rumah Tangga akan mempengaruhi keseimbangan Tri Hita Karana Dalam Kawasan Rumah Tangga. Asas Keseimbangan Konsep Tri Mandala dan Tri Hita Karana dalam Kawasan Rumah Tangga dipengaruhi oleh Keseimbangan Tri Mandala atau kualitas individunya.
Membentuk keseimbangan Tri Mandala Manusia dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Internal dan Eksternal. Untuk membentuk keseimbangan melalui faktor eksternal, dapat dilakukan ritual seperti Bayuh, Otonan, dan Penglukatan. Sedangkan melalui faktor internal, setiap orang dapat menerapkan Tujuh Aplikasi Dharma dan melalui Prana Yama. Tujuh Aplikasi Dharma menurut Whraspati Tattwa 25, terdiri dari:
a.       Sila, yaitu budi pekerti
b.      Tapa, yaitu disiplin
c.       Yajna, yaitu bhakti
d.      Pravira, yaitu berani jujur
e.       Dana, yaitu punia
f.       Diksa, yaitu penyucian diri
g.      Yoga, yaitu, mendekatkan diri kepada Tuhan.
Selain melalui Tujuh Aplikasi Dharma, keseimbangan dari faktor internal dapat dilatih dengan melakukan Prana Yama. Teknik Sederhana yang dapat dilakukan pemula adalah sebagai berikut.
a.       Tahap Persiapan (5 menit)
a.       Dengan posisi yang santai (duduk, tidur, berdiri), lemaskan seluruh organ tubuh.
b.   Tetap bernafas seperti biasa, rasakan…, hanya merasakan nafas yang masuk dan keluar.
b.      Tahap Penyeimbangan Energi (10 menit)
a.       Menghirup nafas, tetap bernafas seperti biasa, rasakan nafas yang masuk, lalu tahan….
b.      Keluarkan nafas, tetap bernafas seperti biasa, rasakan nafas keluar, lalu tahan….
c.       Tahap Pendistribusian Energi (15 menit)
a.       Menghirup nafas, tetap bernafas seperti biasa, rasakan nafas masuk, lalu tahan….
b.      Keluarkan nafas, tetap bernafas seperti biasa, rasakan nafas yang keluar, lalu tahan…dst.
c.   Arahkan energi ke tulang belakang, bayangkan energi masuk ke tulang belakang menuju ke otak…
d.      Puncak energi, ucapkan AUM yang panjang…


Sumber:
1. Ida Pedanda Gde Panji Sogata. Grahasta Sebagai Lembaga Yang Sakral dan Suci.
2. Dewa K. Suratnaya. Asas Keseimbangan Konsep Tri Mandala dan Tri Hita Karana dalam Kawasan Rumah Tangga.
Yang disampaikan dalam acara Workshop Remaja Pranikah, 20 Juli 2012, di Hotel Acacia, Jakarta.

No comments :

Post a Comment