Impersonal
God (Nirguna Brahman)/ Tuhan yang Transenden adalah Tuhan yang tanpa sifat yang tak dapat
dipikirkan (Acintya). Ia
adalah realitas yang absolut. Suatu realitas yang tak dapat
ditentang kehadiranNya, walau tak diketahui bentukNya yang nyata, karena tak
mungkin kita mengungkapkanNya secara harafiah apa Ia itu sebenarnya, dan tak
mungkin pikiran kita mampu menjangkau atau menafsirkanNya, atau bahkan menerangkan
secara pasti dan konkrit Apakah Ia sesungguhnya. Suatu hal yang
pasti adalah Ia itu yang Ada dan Hadir dan ini benar-benar realistis. Ia
adalah realita yang abadi dan absolut tanpa bisa ditawar-tawar lagi
KehadiranNya.
Lalu
bagaimana manusia yang pada umumnya memiliki tingkat ketidaksadaran (Acentana)
yang tinggi dapat memikirkan Tuhan yang Nirguna?
Cetana
adalah unsur kesadaran dan Acetana adalah unsur ketidaksadaran. Kedua unsur ini
bersifat halus dan menjadi sumber segala yang ada. Cetana itu ada tiga
jenis yaitu Paramasiwa (kesadaran tertinggi), Sadasiwa (kesadaran
menengah) dan Siwa (kesadaran terendah). Tinggi rendahnya
tingkat kesadaran dipengaruhi oleh Maya.
Paramasiwa sebagai kesadaran (cetana) tertinggi sama sekali tidak terpengaruh
maya karena itu disebut sebagai Nirguna Brahman. Ia adalah perwujudan
sepi, suci,
murni, kekal abadi, tanpa aktivitas. Sadasiwa sebagai kesadaran (cetana) menengah
mulai tersentuh maya, terpengaruh oleh sakti, guna dan swabawa atau hukum ke
Maha Kuasaan Hyang Widhi yang memiliki kekuatan untuk memenuhi segala
kehendak-Nya. Oleh karena itu Ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaannya. Dalam
keadaan begini Ia disebut Saguna Brahman. Siwa unsur kesadaran (cetana) terendah
sangat banyak tersentuh maya menjadi Siwa atau Mayasira. Mayasira kemudian
terpecah-pecah tak berbilang jumlahnya, berwujud mahluk-mahluk. Mayasira yang
ada dalam mahluk dinamakan Atma.
Secara
umum dalam pemikiran Hindu bahwa konsep Tuhan, dapat dipahami sebagai Tuhan
yang Transenden dan Tuhan yang Imanen yang secara jelas kita temukan dalam
pemikiran Advaita dari Sankara. Sankara mengatakan bahwa ada dua Brahman, yaitu
Nirguna Brahman (Tuhan yang Transenden) dan Saguna Brahman (Tuhan yang Imanen).
Menurut Sankara Tuhan yang Transenden adalah Tuhan yang tanpa sifat, sehingga
Tuhan terbebas dari perbedaan-perbedaan, sehingga tidak dapat dibedakan oleh
manusia yang pada dasarnya memiliki pemikiran yang terbatas. Upanisad
menyatakan bahwa Brahman itu Neti-Neti, artinya bukan ini dan bukan itu
(Madrasuta, 2002:78).
Tidak seorangpun manusia mampu memikirkan dan mengenalinya. Namun Brahman yang
Saguna, yang Imanen adalah Tuhan dengan segala atributnya yang dapat didekati
dan dikenal oleh manusia. Oleh karena kemampuan manusia mengenalnya dengan
tingkat serta kapasitas yang berbeda beda dan atribut Tuhan yang tak terbatas
maka Saguna Brahman (Tuhan) dikenal dengan tingkat keragaman yang tinggi, oleh
karena kemampuan pengenalan manusia yang satu, berbeda dengan pengenalan
manusia yang lainnya. Dengan demikian sangat mudah kita yang awam akan menarik
kesimpulan bahwa seolah olah ada banyak Tuhan dalam Hindu, atau Hindu adalah
Agama yang Politeistis. Tentu saja pernyataan seperti ini keliru, Tuhan yang Transenden
(Nirguna Brahman) dan Imanen (Saguna Brahman) adalah satu (Advaita), dalam Chandogya-Upanisad,
IV.2.1 disebutkan “Ekam Eva Adityam Brahman”, yang artinya Tuhan hanya
satu, tidak ada yang kedua. Namun Tuhan yang Imanen (Saguna), oleh orang-orang
bijaksana menyebutNya dengan banyak nama, “Ekam Sat Wipra Bahuda Wadanti” (Rg.
Weda. 1.164.46.). Sekaligus dalam hal ini terkandung konsep
tentang Istadewata, yaitu pemahaman dan penghayatan tentang Tuhan dan
manifestasinya, yang memungkinkan manusia untuk memiliki konsep tentang Tuhan
yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya dan kebebasan pada setiap manusia
untuk untuk memuliakan Istadewatanya masing-masing dengan perbedaan-perbedaan
yang ada, tanpa harus dipertentangkan satu dengan yang lainnya.
Menyadari bahwa manusia mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda, maka Brahman memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk
mendekati diriNya dan memberikan kebebasan untuk memilih jalan yang mana saja
untuk menuju kepadaNya, asalkan jalan-jalan yang dipilih itu adalah jalan yang
dibenarkan. Jalan-jalan itu antara lain adalah : 1. Janana Marga, 2. Bhakti
Marga, 3. Karma Marga, 4. Yoga Marga. Tidak ada diantara empat jalan ini yang
paling baik. Jalan atau cara yang terbaik bagi seseorang sangat tergantung dari
jalan yang paling sesuai dengan kemampuan dan bakatnya masing-masing. Pluralitas adalah
suatu keharusan, suatu keniscayaan, yang tak dapat dipungkiri.
Sumber:
http://staff.ui.ac.id/internal/140603099/publikasi/HindudanToleransi.doc
Pluralisme Hindu dan Toleransi ( Wayan Suwira Satria)
No comments :
Post a Comment